Ads 468x60px

Friday, March 15, 2013

HISTORY of JAVA part 3





Setelah Prabu Maharaja gugur di medan laga Bubat bersama dengan Dyah Pitaloka yang rupawan dan para ksatria Sunda pada tahun 1357 Pada tahun 1371, setelah masa perwalian Hyang Bumi Sora, dinobatkan Prabu Niskala Wastu Kancana yang dalam usia muda memerintah di Galuh Pakuan Ialah raja yang berbajik, setia dan taat pada hukum Manu apabila tak hadir di kraton Surawisesa, beliau pergi untuk laku tapa brata rakyat bahagia tentram, lumbung desa penuh padi 104 tahun lamanya Sang Prabu berkuasa lalu wafat ia di Nusalarang, di telaga Panjalu, di bilangan Kawali Galuh Sang Prabu diganti putranya Rahiyang Dewa Niskala yang memerintah selama 7 tahun dan berpulang di Gunatiga Pada tahun 1482 naik takhta Prabu Ratu Purana Setelah diwastu bernama Prabu Guru Dewataprana.


After King Maharaja died in battle along with Dyah Pitaloka Bubat the beautiful and the knights Sunda in 1357 In 1371, after the guardianship Hyang Bumi Sora, was crowned King of the Dewa Niskala Wastu Kancana a young age rule in Galuh Pakuan He is the king of a sovereign, loyal and obedient to the laws of Manu was not present in court when Surawisesa, he went to conduct peaceful asceticism happy people, full of paddy rice barns Majesty 104 years ago died he came to power in Nusalarang, in lake, around kawali Galuh Majesty replaced Dewa Niskala Rahiyang son who ruled for 7 years and passed away in Gunatiga. Ascended the throne in 1482, King Queen Purana After diwastu named King Master Dewataprana


Raja yang agung, perkasa dan termashur dipindahnya ibukota ke Pakuan Pajajaran pusat negeri yang diapit sungai-sungai Ciliwung dan Cisadane dengan dermaga pelabuhannya Kapal-kapal dagang masuk dari Sunda Kelapa, Tangerang dan Merunda berlayar masuk hingga Pakuan Pajajaran lewat jalan darat para pedagang tiba; dari pelabuhan-pelabuhan Banten, Krawang dan Pontang Jalan-jalan gerobak lalu lintasi pedalaman pulau, dan Sebuah jalan raya yang amat panjang terdapat; Bermula di pakuan Pajajaran, melalui Cileungsi, Warunggede, Tanjung Pura, Krawang, Cikao, Purwakarta, Segalaherang, lalu liwati Sumedang, Tomo, Sindangkasih, Raja Galuh, Talaga, Kawali hingga ke pusat Galuh Pakuan Amatlah berkuasa sang Prabu dari Ujung Kulon hingga Pasir Luhur namanya dipuja dan disanjung hormat.


Great king, mighty and famous. the transfer of the capital to the center of the country Pakuan Pajajaran lined rivers Ciliwung and Cisadane to dock ships trading port from Sunda Kelapa entry, Tangerang and Merunda sailing in to Pakuan Pajajaran overland traders arrived, from Banten's ports, Karawang and Pontang last wagon roads across the interior of the island, and a very long road there; Starting at Pakuan Pajajaran, through Cileungsi Warunggede, Tanjung Pura, Krawang, Cikao, Purwakarta, Segalaherang, then skip Sumedang, Tomo, Sindangkasih, Raja Galuh , Talaga, kawali to national Galuh Pakuan It is increasingly ruled the King from Ujung Kulon to Pasir Luhur his name is revered and exalted respect.

Prabu Ratu Purana diwastu lagi dan bergelar Sri Baduga Maharaja, Ratu raja di Pakuan Pajajaran Dibangun atas perintahnya, sebuah istana megah dan indah penuh ukiran dan hiasan, pantas bagi Maharaja Sunda.Di sanalah, di Kraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, raja mulia bersemayam dari jauh diterimanya upeti persembahan tanda setia para raja Pasundan Dipelbagai tempat asrama suci pandita didirikan Di atas tanah hadiah Sri Baginda Dibuat pula sebuah danau, bernama Sang Hyang Talagarena Mahawijaya yang airnya mengalir suburkan sawah penduduk di telaga itu para putri bersuka ria di atas perahu seraya mendengar cicit nyanyian burung dan menatap keindahan taman Milakancana dan Samida, hutan ciptaan Baginda Bukankah terdengar pula pada nyanyian Juru pantun.Cipatahunan atau Sipatahunan yang ada di talaga Rena Mahawijaya yang sekarang hanya tinggal bekasnya ujung hulunya pada Bantar Peuteuy ujung kakinya pada Babakan Pilar Di ketinggian ujung hulu telaga, tak jauh dari kraton Sang Prabu berdiri punden keramat, tempat upacara Kuwerabakti sekali dalam setahun di sana para raja Sunda berkumpul iringi para pandita memohon berkah kesuburan tanah.


Ratu Prabu Purana Diwastu again and hold Baduga , king queen Pakuan Pajajaran Built on command, a majestic palaces and beautiful carved and ornate, fit for kings Sunda.di Kraton Sri Bima Punta Narayana Madura SuradipatiPunta , noble king resides remotely receipt tribute offerings mark the king's loyal Pasundan. established in many holy priests dorm. On the ground prize Created Majesty is also a lake, named Sang Hyang Talagarena Mahawijaya whose waters flow fields suburkan population. in the lake Panjalu was the daughter of revelers on a boat as she heard the bird singing and staring tweet beauty and samida Milakancana garden, woodland creatures Majesty did not hear the song Savior rhyme. Cipatahunan or existing Sipatahunan talaga Rena Mahawijaya which now only mark the end of the upstream on Bantar Peuteuy toe on Babakan Pilar at the height of the upstream end of the lake, not far from palace the king stood punden sacred sites, ceremonial Kuwerabakti once a year there Sunda kings assembled priests invoke blessings accompanied the soil fertility.


Tingginya budaya rakyat Sunda dimasa itu jadi kekaguman orang dimasa kini seperti yang tertulis dalam kitab Siksa Kanda Karesian yang disusun tahun 1518 banyak pengetahuan dipelajari, jadi pembimbing seluruh negeri ilmu pemerintahan, ilmu perang, ilmu agama dan sanditapa; ilmu bahasa-bahasa, batik, tarian dan pewayangan; dan ilmu pelayaran dipelajari pula Sungguh gemilang Pajajaran, kebanggaan seluruh Nusantara


Very High in the Sundanese folk culture was so awe people in the present As written in the book Siks Kanda Karesian compiled in 1518 learned a lot of knowledge, so the whole country supervisor of government science, the science of war, religion and science sanditapa; knowledge of languages​​, batik, dance and puppetry, and also studied seamanship Pajajaran Truly scintillating, pride throughout Indonesia


39 tahun lamanya Ratu Purana memerintah dan pada tahun 1521 dinobatkan putranya, Prabu Surawisesa Masa pemerintahan Sang Prabu ialah 14 tahun lalu diganti Prabu Ratu Dewata tahun 1535 Dialah yang mendirikan prasasti Batutulis di samping Sang Hyang Lingga pada tahun Saka Panca Pandawa Ngemban Bumi tuk memuliakan kakeknya yang agung Ratu Purana, atau Prabu Siliwangi Kala itu Islam telah masuk ke tanah Pasundan dan akhir kejayaan Pajajaranpun telah nampak 22 Juni 1527, Saka 1449 Falatehan, panglima raja Demak, menaklukan pelabuhan Sunda Kelapa yang berganti nama menjadi Jayakarta


39-year-Purana reigns and in 1521 was named her son,Prabu Surawisesa the reign of Prabu Ratu Dewata is 14 years old, replaced Prabu Ratu Dewata in 1535. He founded the inscription beside Sang Hyang Batutulis Linga in Saka Panca Pandava Ngemban Earth to glorify the great grandfather Purana , or Prabu Siliwangi. At that time Islam has entered the soil and the final triumph Pasundan Pajajaran been seen June 22, 1527, Saka 1449 Falatehan, commander of the king of Demak, conquered Sunda Kelapa harbor which was renamed Jayakarta


Tahun 1543 dinobatkanlah putra Ratu Dewata namanya Sang Ratu Saksi, dan 8 tahun ia memerintah hingga saat putranya, Prabu Ratu Carita, menjadi raja dalam tahun 1551 Tahun 1567 naiklah Nu Siya Mulya ke Singgasana tuk memerintah negeri yang kejayaannya telah lama pudar tak sanggup liwati pergantian masa, tak kuat hadapi lawannya Nu Siya Mulya disebut pula Prabu Seda karena ia gugur dalam pertempuran di tahun 1579 sewaktu balatentara Pangeran Yusuf dari banten menyerbu dalam peristiwa burakna Pajajaran Porak poranda seisi negeri, musnah sudah keagungan Watu Gigilang, Warisan Karuhun, tempat penobatan raja dibawa pergi ke tanah Banten Tamat sudah sejarah kerajaan Pakuan Pajajaran Namun, tak dilupakan orang jaman keemasan Seperti masih disebut dalam pantun Bogor, Kujang di Hanjuang Siang: Masih mending Jaman Pajajaran ketika masih ada Kuwerabakti ketika guru bumi dipuja-puja ketika lumbung umum isinya melimpah tiada tani perlu ngijon, tiada tani gadaikan pekarangan tiada tani mati karena kesal tiada tani mati karena lapar.


Year 1543 was crowned son called sang Ratusaksi, and 8 years he ruled until her son,Prabu Carita, became king in the year 1551. In 1567 rose to the throne Nu Siya Mulya to govern the country that has long faded glory not carry past the turn of the era, did not face strong opponents Nu Siya Mulya Seda also called Prabu Seda because he was killed in battle in 1579 when the army stormed the Prince Yusuf of offerings in the event of burakna Pajajaran ravaged the whole country, has destroyed the majesty Watu Gigilang, Heritage ancestor, where the coronation of the king was taken away to the land of of Banten. The End is the history of the kingdom Pakuan Pajajaran But not forgotten the golden age is still referred to in the poem As Bogor, Kujang in Hanjuang Siang: Still better Pajajaran era when there was still Kuwerabakti, when a teacher praised the earth when the general supply abundant content farm no need to barter , no mortgaged farm yard, no dead peasant farmer exasperation nothing die of hunger


Bantenlah pewaris kekuasaan di Pasundan dan beberapa waktu namanya tersohor di Jawadwipa banyak pula raja muslimnya yang termashur yang namanya terpatri dalam ingatan bangsanya Sultan Hasanudin yang gagah perkasa berwibawa dan dijunjung tinggi Sultan Ageng yang tegas tak kenal takut berani menantang keangkuhan bangsa Belanda di Batavia Tapi pada akhirnya, kalahlah Banten bersama Kesultanan Cirebon Karena muslihat dan peperangan, dengan bangsa penjajah itu


Banten is heir to power in Pasundan and some time his name infamous in Java. many famous Muslim kings, whose name is engraved in the memory of his people, the mighty Sultan Hasanudin authoritative and respected. Sultan Ageng firm challenging fearless arrogance of the Dutch in Batavia, although in the end, can be defeated with Banten Sultanate of Cirebon Because the deception and the battle with the invaders.


Adapun bangsa Belanda, pertama datang untuk berdagang namun perlahan-lahan, ditegakkannya kuasa di Jawadwipa, dan seluruh Nusantara Tanggal 30 Mei 1619, Saka 1541, Jayakarta jatuh ke tangan Yan Pieterzen Coen dan Juni tanggal 22 tahun 1621, Saka 1543 diberi nama Batavia, pada kota pelabuhan itu Jaman para raja agung telah hampir selesai Kejayaan dan kemuliaan Jawadwipa, perlahan meredup, untuk akhirnya padam selama masa penjajahan Namun, sebelum keagungan, keindahan dan keperkasaan jiwa kebangsaan berangkat tidur masih berdiri sebuah kerajaan tersohor namanya Mataram


Dutch first came to trade but slowly, the enforcement authority in Java, and throughout Indonesia Date May 30, 1619, Saka 1541, Jayakarta fell into the hands of Coen Pieterzen Yan and June 22nd 1621, 1543 Saka was named Batavia, in the port city the time of the great king has almost complete triumph and the glory of Java, slowly fading, to eventually die out during the colonial period, but before the majesty, beauty and soul of national decline might still stand a famous name Mataram kingdom.


Seperti telah disebutkan sebelumnya, tentang berdirinya kesultanan Demak yang bangkit penuh pesona di atas reruntuhan Majapahit dan memulai babak baru dengan ajaran baru. Kekuasaan inilah yang selama beberapa masa dipertuan di Jawadwipa, berpengaruh di Nusantara Dari pelabuhannya armada andalan negeri berlayar perangi perompak dan amankan laut Adipati Unus, putra Raden Patah adalah laksamana Demak yang tangkas dan ternama lalu Raden Trenggana, raja yang cakap, memerintah bijaksana beroleh wahyu hidayat walaupun tak lama masa jaya Demak namanya bangkitkan juga semangat kepahlawanan Kemudian kalahlah Demak oleh Pajang Kesultanan baru yang muncul sesudahnya Memerintah di pajang Sultan Adiwijaya Dari tahun 1550 hingga 1582 Dialah yang anugerahkan daerah Mataram untuk diperintah Pada Ki Gede Pemanahan panglimanya Adapun Mataram di bagian tengah Jawadwipa meliputi Surakarta, Kalasan, Klaten, Yogyakarta, Kota Gede, Bantul, Imogiri, Sleman, hingga ke pantai selatan Di sana, tempat raja-raja agung di masa Hindu yang telah silam kini bangkit kuasa tak tertandingi yang namanya getarkan kalbu Nusantara.


As mentioned earlier, about the establishment of the Sultanate of Demak full of charm risen on the ruins of Majapahit and begin a new chapter with a new order. Power is what for some period of lordship in Java, influential in Indonesia. From the port fleet flagship sailing country fighting sea pirates and secure. Adipati Unus, the son of admirals Demak, Raden Patah is agile and famous, and Raden Trenggana king skilled, wise hath reigned hidayat revelation, though not long heyday of Demak, whose name was also raised heroic spirit. Demak defeated Display, which appeared after the Sultanate Ruling on display Sultan Adiwijaya From the years 1550 to 1582. He who confers Mataram area to be governed Ki Gede Pemanahan commander, The Mataram in central Java, covering Surakarta, Kalasan, Klaten, Yogyakarta, Kota Gede, Bantul, Imogiri, Sleman, to the south coast, where, where the majestic kings in the Hindu past that has now risen unparalleled power such thing as heart vibrate Indonesia.


Berganti memerintah Mas Jolang, Putra Sang Prabu dengan gelar Sunan Hadi Prabu Anyakrawati selama 12 tahun ia memerintah, lalu wafat di desa Krapyak kabarnya terbunuh oleh pengkhianatan ketika sedang memimpin pasukannya untuk menyerbu dan menundukkan pantai Utara Ia dimakamkan di Kuto Gede, di dekat makam ayahandanya


Switching rule Mas jolang, Son Hadi Majesty King holds Sunan Anyakrawati he ruled for 12 years and died in the village Krapyak reportedly killed by treachery while leading the army to invade and subjugate the North coast. He was buried in Kuto Gede, near the tomb of his father


Putra Panembahan Seda Krapyak, dinobatkan tahun 1613 namanya Sultan Agung Prabu Anyokrokusumo. Dialah raja Mataram yang termashur pada masanya Sabda Pandita Ratu sesungguhnya dijunjung, diabaikan dan diamalkan Sang Prabu semulia Airlangga dan Hayam Wuruk Gagah berani bagai Wijaya Kertarajasa cakapnyapun seperti mahapatih Gajah Mada sebagai raja Sultan Agung adil dan jujur cita-citanyapun suci, ingin satukan Nusantara.


Son Panembahan Seda Krapyak , was named in 1613 the name of Sultan Agung Prabu Anyokrokusumo. He is the king of Mataram which is famous in his time totally unregulated upheld and practiced. Noble as the King Airlangga and Hayam Wuruk, like Wijaya Kertarajasa gallant brave, skilful as vizier Gajah Mada. as king Sultan Agung fair and honest sacred ideals, wanted unite the archipelago.


Tahun 1624 tentara Mataram tundukkan Madura dan pada Sang Prabu, Panembahan Cakraningrat berikan janji setia Lalu Adipati Pekik di Surabaya menyerah pula setelah bertempur berani dan dikepung berbulan-bulan iapun diampuni oleh kebesaran hati Sang Prabu malah dinikahkan dengan adinda raja agung Kemudian Sang prabu kirimkan pasukannya ke Sukadana di Kalimantan Barat hingga negeri itupun tunduk padanya.


1624 Year Mataram army conquered Madura and the Majesty, Panembahan Cakraningrat give the oath of allegiance then yell at Surabaya Adipati gave up anyway after a courageous fight and surrounded months he also pardoned by the magnanimity of the King instead married the sister of the great king. Then the king sent troops to Sukadana in West Kalimantan until the country was subject to him.


Ketika kekuasaan Sang Prabu sampai ke tanah Banten kuatirlah bangsa Belanda di Batavia dan mereka coba menghalanginya, Pada tahun 1628 dan 1629 balatentara Mataram bertempur di Batavia untuk menghabisi kekuasaan asing di Jawa, Ratusan adipati dan tumenggung berangkat diiring ribuan prajurit, berbaris gegap gempita. Para adipati di tanah Pasundan turut berperang dan lumbung-lumbung padi di Krawang disiapkan untuk masa perang yang panjang.


When the power to the ground Majesty Banten worry the Dutch in Batavia, and they try to block it, the years 1628 and 1629 Mataram troops fighting in Batavia to eliminate foreign rule in Java, hundreds of dukes and Hero set accompanied by thousands of soldiers, marching bells and whistles. The duke Pasundan fought on the ground and rice barns Karawang prepared for a long war.


Lasykar tumenggung Bahusasra mendarat beramai di Merunda, pasukan Adipati Ukur menggempur pintu benteng Batavia. Berbulan-bulan bangsa asing terkepung, hampir binasa seisi Batavia. Namun armada Belanda datang membantu dari Maluku, dan pengkhianat membakar lumbung-lumbung padi hingga terpukullah tentara Mataram dalam pertempuran dan oleh kelaparan.


Tumenggung Bahusasra Brigade landed in Merunda, Adipati Ukur forces attacking the fort entrance Measure Batavia. Months foreign nations beleaguered, nearly destroyed the rest of Batavia. But the Dutch fleet came to the aid of the Moluccas, and the traitor burning rice barns to Mataram troops struck in battle and by the famine.


Akhirnya dengan kecewa mundurlah barisan Mataram karena gagal penuhi amanat Sang Prabu, Akan tetapi telah ditunjukkan kepada penjajah Keampuhan bangsa dan keberanian ksatria-ksatria Nusantara. Dalam perang penaklukan terakhir di tahun 1639 tunduklah Blambangan di Timur Jawadwipa. Besarnya kekuasaan Mataram meliputi seluruh Jawadwipa, kecuali Banten dan Batavia pengaruhnya pun terasa, sampai ke Palembang, Jambi dan Banjarmasin


Finally a step back row Mataram disappointed for failing to fulfill the mandate of the King, however it has been shown the efficacy of the nation's colonial and valor knights Indonesia. In the war's last conquest in 1639 succeeded in subduing Blambangan East Java. The amount of power Mataram covers the entire Java, and Banten except Batavia. effects was felt, up to Palembang, Jambi and Banjarmasin


Sultan Agung negarawan yang bijaksana. karena padat sudah tanah Mataram dipindahkannya sebagian penduduk ke Krawang. Ia juga seorang sastrawan dan pujangga agung yang menuliskan kitab Sastra Gending. Ditunjukkannya ajaran nabi Muhammad dalam wadah budaya Jawa, nan tua dan indah. Penanggalan tarikh Saka disesuaikan dengan tahun Hijriah. Hari Raya Garebekpun dirubah maknanya, menjadi Garebek Puasa dan Garebek Maulud. Pantaslah dikenang kejayaan Sultan Agung raja, pujangga dan putra Nusantara sejati. Tahun 1645 Sultan Agung yang mulia wafat di Imogiri, pemakaman para raja, ia dimakamkan.


Sultan Agung wise statesman. Mataram was solid because most of the population removal into Krawang . He is also a writer and poet who wrote the book Literature glorious Gending. He showed the prophet Muhammad's teachings in Javanese culture dish, the old and beautiful. Dates Saka era adapted to the Hijri year. The feast Garebekpun changed its meaning, becomes Garebek Fasting and Garebek Maulud. Deserve to be remembered glory of Sultan Agung king, a poet and a true son of Indonesia. Sultan Agung in 1645 died in Imogiri glorious, the funeral of the king, he was buried.





Dapatkan kiriman artikel terbaru langsung ke alamat email. Masukkan email anda ke kolom di bawah ini:

Disponsori oleh : blogrozran

Saya Sarankan Anda Baca Juga



0 comments :

Post a Comment