Warga Desa Lampaseh di Banda Aceh dihebohkan dengan penemuan kepingan yang diduga emas dan berukiran Allah di dalam rawa kawasan desa tersebut. Menurut Tarmizi A Hamid, sejarawan dan kolektor manuskrip Aceh, penemuan emas di lokasi tersebut bukan hal aneh.
Sebab Tarmizi mengatakan, kawasan yang juga disebut Gampong Pande ini merupakan kawasan pusat berbagai macam kerajinan di masa Kerajaan Darussalam di Aceh, seperti perhiasan dan senjata. Dia menuturkan, rawa tempat penemuan kepingan emas tersebut dinamakan Krueng Doy (Krueng Daroe).
"Itu sebuah sungai kecil yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda (1612-1625 M). Penemuan emas hal yang biasa, karena memang itu pusat kerajinan di masa kerajaan Darussalam," kata Tarmizi di Banda Aceh, Selasa (12/11).
Dia menilai, penemuan itu suatu bukti bahwa tempat itu terdapat gudang Dirham, Dinar, Keuh (sejenis mata uang emas) sebagai alat tukar Kerajaan Aceh Darussalam kala itu. Dan ini juga membuktikan Aceh kaya di masa itu.
"Peristiwa ini terjadi secara mendadak dan menghebohkan masyarakat, kita tidak heran menyangkut masalah ini, karena benda ini adalah sebagai uang tukar masyarakat Aceh masa periode kerajaan Islam Aceh Darussalam," jelas dia.
Tarmizi menuturkan, alat tukar di masa itu ada tiga kasta. Dirham terbuat dari emas digunakan oleh orang dewasa untuk transaksi jual beli, Dinar campuran emas dan kuningan digunakan untuk orang remaja.
"Sedangkan satu lagi, namanya Keuh, mata uang itu digunakan untuk anak-anak, ini terbuat dari perak dan kuningan," imbuh Tarmizi.(src)
Sebab Tarmizi mengatakan, kawasan yang juga disebut Gampong Pande ini merupakan kawasan pusat berbagai macam kerajinan di masa Kerajaan Darussalam di Aceh, seperti perhiasan dan senjata. Dia menuturkan, rawa tempat penemuan kepingan emas tersebut dinamakan Krueng Doy (Krueng Daroe).
"Itu sebuah sungai kecil yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda (1612-1625 M). Penemuan emas hal yang biasa, karena memang itu pusat kerajinan di masa kerajaan Darussalam," kata Tarmizi di Banda Aceh, Selasa (12/11).
Dia menilai, penemuan itu suatu bukti bahwa tempat itu terdapat gudang Dirham, Dinar, Keuh (sejenis mata uang emas) sebagai alat tukar Kerajaan Aceh Darussalam kala itu. Dan ini juga membuktikan Aceh kaya di masa itu.
"Peristiwa ini terjadi secara mendadak dan menghebohkan masyarakat, kita tidak heran menyangkut masalah ini, karena benda ini adalah sebagai uang tukar masyarakat Aceh masa periode kerajaan Islam Aceh Darussalam," jelas dia.
Tarmizi menuturkan, alat tukar di masa itu ada tiga kasta. Dirham terbuat dari emas digunakan oleh orang dewasa untuk transaksi jual beli, Dinar campuran emas dan kuningan digunakan untuk orang remaja.
"Sedangkan satu lagi, namanya Keuh, mata uang itu digunakan untuk anak-anak, ini terbuat dari perak dan kuningan," imbuh Tarmizi.(src)
0 comments :
Post a Comment