Pepali Ki Ageng Selo part 5
BAGIAN V
Nama lagu dan bentuk syair : MASKUMAMBANG. *)
Jumlah baris tiap bait : Empat.
Suara akhir masing-masing baris : i, a, i, a.
Jumlah suku kata masing masing : 12, 6, 8, 8.
*). “Mas” Disini berarti mati atau jenazah. Bandingkanlah dengan “ngemasi”
“Mas Kumambang” berarti jenazah yang terapung-apung. Dalam zaman Kuna, Jenazah orang tidak dikubur, akan tetapi dilabuh atau diserahkan kepada laut. Lagu “Maskumambang” hendak melukiskan perasaan susah, pedih ketika berpisah dengan kekasih, yang sudah mendahului kealam baka.
1. Wruhanira, sagung wong urip puniki, Pésthi lamun péjah. Yen wus péjah urip malih. Uripe pan warna-warna.
Ketahuilah, semua orang yang hidup ini, Pasti akan mati (meninggal). Kalau sudah mati hidup lagi, Hidupnya itu bermacam-macam.
Menurut kepercayaan orang Jawa dahulu, dan sekarang juga masih ada orang-orang yang menganut kepercayaan itu, manusia hidup didunia ini tidak hanya satu kali saja, melainkan berkali-kali hingga ia dari tingkat paling rendah hingga mencapai tingkat kesempurnaan (pengertian “manitis’).
Dalam pengertian yang populer, pandangan demikian ini mungkin tampaknya mentertawakan, misalnya manusia dilahirkan kembali menjadi hewan. Yang demikian itu sangat bertentangan dengan pengertian evolusi. Akan tetapi dalam pandangan “manitis” itu tidak menyimpang dari akal.
Menurut hukum kekekalan zat dan tenaga, dalam alam ini tidak ada zat dan tenaga yang dapat lenyap begitu saja. Hilangnya tenaga mekhanis misalnya karena menjelma menjadi tenaga panas, tenaga listrik atau tenaga lain; suatu jenis zat lenyap karena menjelma manjadi jenis zat lain. Demikianlah hidup, yang boleh dipandang sebagai suatu macam tenaga atau malahan sebagai sumber tenaga juga tidak dapat hapus bigitu saja, akan tetapi harus menjelma menjadi sumber tenaga atau hidup yang lain.
2. Sébab dene anut ngamale duk nguni. Yen bécik ngamalnya, Ngakerat dadine bécik. Aja nganti dadi ala.
Sebab menurut amalnya dahulu. Jika baik amalnya, Diakherat jadinya baik. Jangan sampai menjadi buruk.
3. Pramilane den padha laku kang bécik, Supadi dadiya, Ngakerate dadi bécik. Wong bécik pasthi raharja.
Oleh sebab itu berbuatlah yang baik, supaya akibatnya, akhiratnya menjadi baik. Orang baik tentu bahagia (selamat).
4. Pan wong ala yen masih tinitah janmi, Iku pan wus béja. Tinimbang dadi bubabi, Aluwung dadiya janma.
Bila orang jahat masih dilahirkan menjadi manusia, Itu masih untung. Daripada jadi babi, Lebih baik jadi manusia.
5. Dene ingkang bécik ora dupeh sugih, Nora dupeh wirya, Nora dupeh priyayi. Ala bécik karseng driya.
Dan yang dianggap orang baik itu, bukan karena orang kaya,Bukan karena kedudukan (pangkat), Bukan karena bangsawan. Jahat dan baik itu kehendak hati.
6. Wus mangkana iku karsane Hyang Widi : Urip nuli péjah, Yen wus péjah urip malih, Léstari tanpa wekasan.
Sudah demikian kehendaknya Hyang Widi : Hidup lalu mati, Sesdudah mati hidup lagi, Abadi tak ada akhirnya.
7. Wruhanira, dene laku ingkang bécik, Iku karsaning Hyang. Kang ala lakune iki, Padha karsaning Hyang Suksma.
Ketahuilah, sedangkan perbuatan yang baik, Itu kehendaknya Hyang (Tuhan). Demikian perbutan yang jahat, Semua atas kehendak Hyang Suksma.
Baik dan buruk (jahat) itu sudah merupakan suatu dwitunggal. Seluruh pengertian manusia bersandar atas pasangan-pasangan dwitunggal, yang saling merupakan kebalikannya. Hal yang tidak ada kebalikannya atau tidak dapat diperbandingkan dengan hal-hal lain, yaitu hal yang mutlak, tidak dapat difahami oleh akal manusia dengan jelas.
Meskipun baik dan jahat itu sudah merupakan pasangan dwitunggal, itu tidak berarti bahwa manusia harus bersikap pasif terhadan ajakan hatinya untuk berbuat jahat. Sebaliknya segala ajakan kearah jahat harus ditindasnya dan seluruh tenaga jiwanya harus ditujukan kearah kebaikan.
8. Aja mamang, wus kocap ing dalil-dalil : Wa tukrijul haya Kalawan min al mayiti, Lan wa tukrijul mayita.
Jangan ragu-ragu, sudah tersebut dalam dalil-dalil : Wa tukrijul haya, Dan min al mayiti, Dan wa tukrijul mayita.
9. Min al hayi. Kalawan lapale malih : Watarjug man tasa, Miwah bil gaera hisabi. Tégése lapal punika :
Min al hayi. Dan lapal seterusnya: Wa tarjug man tasa, Dan bil gaira hisabi. Arti lafal tersebut adalah :
10. Gusti Allah amétokakén ing urip, Awit saking péjah; Lawan métokakén pati, Kang pati wit saking gésang.
Allah menciptakan hidup, Berawal dari kematian; Dan menciptakan kematian, Sedang kematian berawal dari hidup.
Dalam bait 8 dan 9, dan dijelaskan dalam bait 10 itu kutipan dari Al Qur’an, surat Ali Imron, ayat 27 dan bunyi yang sebenarnya :
Wa tukhriju hayya minalmayyiti
Wa tukhri’ju mayyita minal-hayyi
Wa tarzuqu man tasya bi ghairi hisabin.
Arti “Wa tarzuqu man tasya bi ghairi hisabin” ialah : dan Engkau memberi rezeki kepada yang Engkau kehendaki dengan tidak tanggung-tanggung.
Kebenaran pernyataan, bahwa Tuhan menciptakan hidup dari mati, dan mati dari hidup itu, telah dapat dibuktikan oleh perkembangan keilmuan Kimia-Physika dewasa ini. Kini manusia telah dapat membuktikan bahwa energie (sumber segala gerak) itu dapat diciptakan dengan terhapusnya zat (pangkal dari segala benda, yang tidak dapat bergerak jadi mati). Jika energi (hidup) itu penjelmaan zat, maka zat (mati) sebaliknya harus merupakan penjelmaan energi (hidup) juga.
Perkembangan pengetahuan akan tenaga atom, yang telah dapat menelurkan pembuatan bom-atom, yang sangat mengagumkan kekuatannya itu, ialah akibat langsung dari pengertian baru tentang hubungan antara energie dan zat, yang dapat dikemukakan oleh manusia dewasa ini.
Satu kilogram zat, apabila dapat dijelmakan dengan sempurna menjadi tenaga, akan menimbulkan tenaga sebanyak 90.000 juta kilogram-meter tiap detik atau 1.200 juta tenaga kuda dalam sekejap mata.
11. Ingkang gésang iku samya den paringi, Réjéki ing Allah. Ana akeh ana thithik, Apan pinentés ing kira.
Yang hidup itu semuanya diberi, Rejeki oleh Allah. Ada yang banyak ada yang sedikit,Masing-masing manurut kadarnya.
13. De ingkang pinaringan réjéki luwih, Den sukur ing Allah, Ingkang pinaringan thithik, Den narima ing Pangeran.
Yang diberi rejeki banya, Bersyukurlah kepada Allah. Dan yang diberi rejeki sedikit, Berterima kasihlah kepada Tuhan.
BAGIAN V
Nama lagu dan bentuk syair : MASKUMAMBANG. *)
Jumlah baris tiap bait : Empat.
Suara akhir masing-masing baris : i, a, i, a.
Jumlah suku kata masing masing : 12, 6, 8, 8.
*). “Mas” Disini berarti mati atau jenazah. Bandingkanlah dengan “ngemasi”
“Mas Kumambang” berarti jenazah yang terapung-apung. Dalam zaman Kuna, Jenazah orang tidak dikubur, akan tetapi dilabuh atau diserahkan kepada laut. Lagu “Maskumambang” hendak melukiskan perasaan susah, pedih ketika berpisah dengan kekasih, yang sudah mendahului kealam baka.
1. Wruhanira, sagung wong urip puniki, Pésthi lamun péjah. Yen wus péjah urip malih. Uripe pan warna-warna.
Ketahuilah, semua orang yang hidup ini, Pasti akan mati (meninggal). Kalau sudah mati hidup lagi, Hidupnya itu bermacam-macam.
Menurut kepercayaan orang Jawa dahulu, dan sekarang juga masih ada orang-orang yang menganut kepercayaan itu, manusia hidup didunia ini tidak hanya satu kali saja, melainkan berkali-kali hingga ia dari tingkat paling rendah hingga mencapai tingkat kesempurnaan (pengertian “manitis’).
Dalam pengertian yang populer, pandangan demikian ini mungkin tampaknya mentertawakan, misalnya manusia dilahirkan kembali menjadi hewan. Yang demikian itu sangat bertentangan dengan pengertian evolusi. Akan tetapi dalam pandangan “manitis” itu tidak menyimpang dari akal.
Menurut hukum kekekalan zat dan tenaga, dalam alam ini tidak ada zat dan tenaga yang dapat lenyap begitu saja. Hilangnya tenaga mekhanis misalnya karena menjelma menjadi tenaga panas, tenaga listrik atau tenaga lain; suatu jenis zat lenyap karena menjelma manjadi jenis zat lain. Demikianlah hidup, yang boleh dipandang sebagai suatu macam tenaga atau malahan sebagai sumber tenaga juga tidak dapat hapus bigitu saja, akan tetapi harus menjelma menjadi sumber tenaga atau hidup yang lain.
2. Sébab dene anut ngamale duk nguni. Yen bécik ngamalnya, Ngakerat dadine bécik. Aja nganti dadi ala.
Sebab menurut amalnya dahulu. Jika baik amalnya, Diakherat jadinya baik. Jangan sampai menjadi buruk.
3. Pramilane den padha laku kang bécik, Supadi dadiya, Ngakerate dadi bécik. Wong bécik pasthi raharja.
Oleh sebab itu berbuatlah yang baik, supaya akibatnya, akhiratnya menjadi baik. Orang baik tentu bahagia (selamat).
4. Pan wong ala yen masih tinitah janmi, Iku pan wus béja. Tinimbang dadi bubabi, Aluwung dadiya janma.
Bila orang jahat masih dilahirkan menjadi manusia, Itu masih untung. Daripada jadi babi, Lebih baik jadi manusia.
5. Dene ingkang bécik ora dupeh sugih, Nora dupeh wirya, Nora dupeh priyayi. Ala bécik karseng driya.
Dan yang dianggap orang baik itu, bukan karena orang kaya,Bukan karena kedudukan (pangkat), Bukan karena bangsawan. Jahat dan baik itu kehendak hati.
6. Wus mangkana iku karsane Hyang Widi : Urip nuli péjah, Yen wus péjah urip malih, Léstari tanpa wekasan.
Sudah demikian kehendaknya Hyang Widi : Hidup lalu mati, Sesdudah mati hidup lagi, Abadi tak ada akhirnya.
7. Wruhanira, dene laku ingkang bécik, Iku karsaning Hyang. Kang ala lakune iki, Padha karsaning Hyang Suksma.
Ketahuilah, sedangkan perbuatan yang baik, Itu kehendaknya Hyang (Tuhan). Demikian perbutan yang jahat, Semua atas kehendak Hyang Suksma.
Baik dan buruk (jahat) itu sudah merupakan suatu dwitunggal. Seluruh pengertian manusia bersandar atas pasangan-pasangan dwitunggal, yang saling merupakan kebalikannya. Hal yang tidak ada kebalikannya atau tidak dapat diperbandingkan dengan hal-hal lain, yaitu hal yang mutlak, tidak dapat difahami oleh akal manusia dengan jelas.
Meskipun baik dan jahat itu sudah merupakan pasangan dwitunggal, itu tidak berarti bahwa manusia harus bersikap pasif terhadan ajakan hatinya untuk berbuat jahat. Sebaliknya segala ajakan kearah jahat harus ditindasnya dan seluruh tenaga jiwanya harus ditujukan kearah kebaikan.
8. Aja mamang, wus kocap ing dalil-dalil : Wa tukrijul haya Kalawan min al mayiti, Lan wa tukrijul mayita.
Jangan ragu-ragu, sudah tersebut dalam dalil-dalil : Wa tukrijul haya, Dan min al mayiti, Dan wa tukrijul mayita.
9. Min al hayi. Kalawan lapale malih : Watarjug man tasa, Miwah bil gaera hisabi. Tégése lapal punika :
Min al hayi. Dan lapal seterusnya: Wa tarjug man tasa, Dan bil gaira hisabi. Arti lafal tersebut adalah :
10. Gusti Allah amétokakén ing urip, Awit saking péjah; Lawan métokakén pati, Kang pati wit saking gésang.
Allah menciptakan hidup, Berawal dari kematian; Dan menciptakan kematian, Sedang kematian berawal dari hidup.
Dalam bait 8 dan 9, dan dijelaskan dalam bait 10 itu kutipan dari Al Qur’an, surat Ali Imron, ayat 27 dan bunyi yang sebenarnya :
Wa tukhriju hayya minalmayyiti
Wa tukhri’ju mayyita minal-hayyi
Wa tarzuqu man tasya bi ghairi hisabin.
Arti “Wa tarzuqu man tasya bi ghairi hisabin” ialah : dan Engkau memberi rezeki kepada yang Engkau kehendaki dengan tidak tanggung-tanggung.
Kebenaran pernyataan, bahwa Tuhan menciptakan hidup dari mati, dan mati dari hidup itu, telah dapat dibuktikan oleh perkembangan keilmuan Kimia-Physika dewasa ini. Kini manusia telah dapat membuktikan bahwa energie (sumber segala gerak) itu dapat diciptakan dengan terhapusnya zat (pangkal dari segala benda, yang tidak dapat bergerak jadi mati). Jika energi (hidup) itu penjelmaan zat, maka zat (mati) sebaliknya harus merupakan penjelmaan energi (hidup) juga.
Perkembangan pengetahuan akan tenaga atom, yang telah dapat menelurkan pembuatan bom-atom, yang sangat mengagumkan kekuatannya itu, ialah akibat langsung dari pengertian baru tentang hubungan antara energie dan zat, yang dapat dikemukakan oleh manusia dewasa ini.
Satu kilogram zat, apabila dapat dijelmakan dengan sempurna menjadi tenaga, akan menimbulkan tenaga sebanyak 90.000 juta kilogram-meter tiap detik atau 1.200 juta tenaga kuda dalam sekejap mata.
11. Ingkang gésang iku samya den paringi, Réjéki ing Allah. Ana akeh ana thithik, Apan pinentés ing kira.
Yang hidup itu semuanya diberi, Rejeki oleh Allah. Ada yang banyak ada yang sedikit,Masing-masing manurut kadarnya.
13. De ingkang pinaringan réjéki luwih, Den sukur ing Allah, Ingkang pinaringan thithik, Den narima ing Pangeran.
Yang diberi rejeki banya, Bersyukurlah kepada Allah. Dan yang diberi rejeki sedikit, Berterima kasihlah kepada Tuhan.
0 comments :
Post a Comment