Ads 468x60px

Friday, June 21, 2013

Jawa Tempo Dulu

Napak Tilas asal usul orang Jawa dan orang Kanung part 9

Pada tahun 390 Masehi, Dhatu Hang Sam Bandra membangun pelabuhab dan galangan kapal di Sunglon Bugel atau Gunung Bugel ( sekarang berupa sawah da sungai daerah Palwadak, sebelah selatan desa Tulis, kecamatan Lasem). Perahu-perahu tersebut untuk menjalin hubungan antar kota/banjar di wilayah pesisir Jawa (pantura), mulai kota Losari, teluk Tanjung (kab. Brebes), ke timur sampai Rabwan (kab. Batang), dan Banjar Tugu (kab.Semarang), kemudian banjar Purwata dan banjar Tanjungmaja (kab.Kudus), pantai pulau Maura sebelah timur yaitu banjar Tayu dan Banjar Blengon (kec. Kelet, kab. Jepara). Pelabuhan Pucangsula berada di sebelah utara galangan kapal dibuatlah pintu gerbang/gapura menghadap ke barat, berhadapan dengan laut teluk Kendheng (sekarang jadi desa Gapura), dari gapura tadi dibuatkan jalan sepanjang lereng pegunungan Argasoka sampai ke pusat kota Pucungsula.

Kekuasaan Dhatu Hang Sam Badra dibantu oleh putra putrinya yang masih muda berusia 22 tahun, wajahnya cantik bagai bidadari, namanya adalah Dewi Sie Bah Ha (= Sibah), sang dewi memegang kekuasaan angkatan laut. Laut Jawa Dwipa dengan kekuatan kapal perang yang prajuritnya adalah orang-orang pilihan yang kuat dan pandai olah perang, dengan senjata lengkap yang beracun dan aneh, negara lain belum ada yang memiliki dan belum ada yang bisa menciptakan. Sang dewi ikut berlayar di samudera dengan naik perahu besar yang ditemani prajurit wanita yang pintar dan berani, juga lengkap dengan senjata beracun berupa Tulup paser yang bisa melesat jauh, serta bisa berputar kembali apabila meleset tidak mengenai sasaran (mirip bumerang), sedangkan nahkoda dan awak kapalnya laki-laki yang kuat namun dipilih mereka yang sudah tidak memiliki nafsu birahi. Maka negara lain banyak yang takut dan sungkan terhadap Dewi Sibah dan negara Pucangsula.

Sang Dewi dalam rangka menguasai laut Jawa Dwipa menggunakan kapal perang tersebut dimaksudkan untuk memberantas bajak laut yang menggunakan perahu-perahu knothing dengan bersenjata pedang dan celurit, yang sering dengan cepat mengejar dan merompak kapal-kapal dagang bahkan juga mendarat menjarah desa. 

Bajak-bajak laut yang bikin resah di perairan laut Supitan Medunten akhirnya bisa ditumpas sampai ke akar-akarnya. Sehingga pesisir laut Jawa sebelah timur menjadi aman, tentram, banjar-banjar bisa kembali bisa berhubungan dengan pemerintahan Pucangsula.


Putri Sibah selain memberantas bajak laut, juga menarik upeti kepada kapal-kapal dagang yang lewat laut Jawa, isi kapal yang berupa beras dan padi, bahan tenun sutra, juga alat-alat pertukangan dikenakan upeti seperlimanya, apabila menolak membayar pasti diserbu dan kapalnya dihancurkan. Nahkoda atau awak kapal yang berwajah tampan pasti ditawan dimasukan ke kamar-kamar kaputren. Ketrampilan dan kesaktian mereka di latih oleh sang Dewi, kalau bisa lulus dan bisa mengalahkan kesaktian Dewi Sibah rela jadi suaminya, sebaliknya kalau mulai awal pelatihan sudah gagal maka tawanan tadi lalu dikeluarkan dari kamar latihan dan dipasrahkan ke prajurit wanita kapal Kaputren, terserah mau diapakan. Tidak sampai sebulan di sana biasanya tubuh tawanan tadi berubah jadi rusak, akhirnya dibuang ke samudera jadi mangsa ikan Udhuk-udhuk besar yang rakus sekali. Konon dijadikan sesaji Ratu Jin Dhuyung jaran yang menguasai samudra Jawa Purwa. Maka dari itu kapal dagang yang lewat laut Jawa takut dan tidak memilih nahkoda yang tampan, Nama Dewi Sibah sampai terkenal di negara-negara manca hingga dijuluki Mani Dattsu Asva Dev, yang artinya Mustikanya Dewi Bajak Dhuyung jaran.

Dapatkan kiriman artikel terbaru langsung ke alamat email. Masukkan email anda ke kolom di bawah ini:

Disponsori oleh : blogrozran

Saya Sarankan Anda Baca Juga



0 comments :

Post a Comment