Ads 468x60px

Thursday, June 27, 2013

Sejarah Perkembangan Agama di Jawa

Masih melanjutkan Napak Tilas sejarah asal usul orang Jawa dan orang Kanung, kali ini kita menengok kembali ke tahun 412 Masehi, pada waktu itu ada penyebar agama Budha bernama : Pha Hie Yen berlayar dari Nalandha India hendak kembali ke Tsang An, tiba-tiba saat melewati Samudra Jawa Dwipa kapal yang ia tumpangi terhalang oleh angin topan yang sangat kencang, akhirnya Ia memutuskan untuk berlabuh di pelabuhan Pucangsula dan meminta ijin untuk tinggal di sana sampai badai mereda. Sramana Hwesio Pha Hie Yen pun diterima dengan baik oleh Dhatu Hang sambadra, setiap mari mereka terlibat pembicaraan mengenai pengalaman yang dimiliki selama mengembara ke negara-negara manca. Hwesio Pha Hie juga menceritakan Ajaran sang Guru besar Sidharta Budha Gautama, yakni mengenai bab sarana untuk bisa memasuki Nirwana/surga supaya memutus belenggu keduniaan, dengan jalan yang disebut : Astha Arya Marga, artinya Laku agung delapan yang mana ajaran tersebut mirip dengan Kepercayaan suci Jawa Hwuning yang dianut oleh pendeta-pendeta siswa dari Dhatu Hang Sambadra, yakni syarat bisa mencapai ketentraman ialah dengan menundukan angan-angan dan keinginan/nafsu, dengan jalan yang disebut Endriya pra Astha, artinya bersungguh-sungguh dalam budi pekerti delapan. maka dari itulah Dhatu Hang Sambadra dan adiknya: Pendeta Jana Badra setuju untuk menggbungkan intisari ajara  Sang Budha tadi selaras dengan Kapramanan Jawa hwuning.

Pada tahun 415 Masehi, Dhatu Hang Sambadra turun tahta, kemudian pemerintahan diserahkan kepada Dewi Sibah dan Iapun diwisuda jadi Dattsu Agung (=Prabu Putri) . Rsi Agastya jadi Kepala banjar Rabwan dan banjar Batur sampai Pegunungan Dieng, ke bawah negara Pucangsula, juga adik dari  Dewi Sibah bernama: Dewi Sie Mah Ha (=Simah), yang jadi Adipati-anom Medhangkamulaan teluk Lusi (kabupaten Blora) diwisuda diangkat dadi Dattsu, dipindah ke banjae-gedhe Blengoh dijadikan Keraton/istana keling (nama buah bogor yang sudah tua-alot, yang masih muda dinamakan Siwalan), sekarang  tilasnya jadi  ara-ara Keratonan desa Blengoh, Kecamatan Keled, Kabupaten Jepara. Kekuasaan Dattsu Simah dibantu suaminya nama ma: hang Saburadhampuawang Segara Teluk Kendheng dan samudra Jawa. Serta di awasi dan diayomi  Rama-paman Bhikku Buddha Kanung Janabadra di Pasraman Tunahan. ketika Dewi Sibah sudah dinobatkan jadi Dattsu Pucangsula, sang Dewi membuat  Undang-undang tata Budibudaya Jawa Hwuning ditetapkan  jadi undang-undang  negara Pucangsula; Setiap sebulan sekali di ajarkan oleh pendeta sekitar gunung Kendheng Ngargapura, berada di keraton Pucangsula, Undang-undang tadi di beri nama : Endrya pra astha Endrya pra Astha, meliputi ajaran dari ayahnya dalam membuat nama ajaran/ilmu tersebut.para pendeta para sesepuh meneruskan mengajarkan ilmu tatacara tadi ke para siswanya, menyebar orang-orang yang maju pikirannya di desa sekitar gunung. Dikemudian hari orang-orang yang orang-orang mulai maju pikirannnya di desa sekitar gunung. Di tahun-tahun selanjutnya orang-orang yang sudah menganut dan meresapi Ajaran Endriya pra Astha tadi disebut aran Wong Kanung. Isi Undhang-undhang pranatan itu ada delapan bab, yakni :

1. Rajin bekerja mencari rejeki untuk keluarganya dan tidak boleh dengki dan iri ke orang lain.
2. Berbakti kepada Ibu/bapak.Nyembah mundhi-bekti ning wong tuwane-sakloron; sambat nyebut: Adhuh
3. Menghormati dan menjaga makam Nyai nDhanyang dan kaki Dhanhyang yang menjadi cikal bakal desa, serta tidak akan mengganggu burung-burung yang tinggal di sekitar kuburan tersebut.
4. Saling rukun dengan tetangga dan saudara, bersama-sama  gotong-royong di bulan purnama Badrapada, bresih desa, ratan, sendhang, karas pekarangan; sarta memetri nguri Bregat (=September).
5. Mematuhi musyawarah  menyatukan pendapat.nggathukake pinemu demi untuk memajukan desanya dan menjaga keamanannya.
6. Melestarikan tinggi seni budaya Jawa.
7. Mempelajari bahwa di  Bumi adalah tempat tinggal semua insan yang dicipta oleh Sang Urip Tuhan yang Maha Esa, memahami di Langit tempat dununge/ manunggale Urip Agung Sang Nyawa kang Maha Das. manusia meninggal  raganya jadi Mayit lebur ke Bumi, Jiwanya jadi Yitma nunggal ning Langit.
8. Setia kepada  Negara lan Sabda wasiat Sesepuh Agung Manggala Praja.

Dapatkan kiriman artikel terbaru langsung ke alamat email. Masukkan email anda ke kolom di bawah ini:

Disponsori oleh : blogrozran

Saya Sarankan Anda Baca Juga



0 comments :

Post a Comment