Ads 468x60px

Tuesday, June 11, 2013

Jangan sepelekan TKI



Ribuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mengamuk karena kesal mengantre di Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah, Arab Saudi untuk mengurus mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) sebagai syarat mendapatkan amnesti atau pemutihan. Satu orang TKI meninggal. Sayangnya, respons Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar atas insiden ini terkesan menyepelekan dan menyebut hal itu sebagai masalah kecil yang dibesar-besarkan.

Minggu (9/6) kemarin, ribuan TKI datang secara bersamaan ke gedung KJRI di Jeddah yang terletak di Jalan Al Rehab Distrik. Awalnya mereka mengantre dengan tertib. Namun, pelayanan yang lambat dari petugas konsulat membuat mereka marah.

Antrean itu bermula dari keputusan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi secara resmi mengumumkan pemberlakuan kebijakan amnesti/pemutihan bagi seluruh warga negara asing di Arab Saudi yang tidak memiliki izin tinggal.

Ditambah lagi, ada isu jika hari itu merupakan hari terakhir pelayanan pembuatan SPLP. Padahal, kebijakan tersebut berlaku mulai minggu kedua bulan Mei 2013 hingga 3 Juli 2013.

Kabar itulah yang memancing amarah para TKI yang sebagian besar berstatus overstayers alias izin masa tinggal mereka telah kedaluwarsa. Diperkirakan ada 12 ribu TKI yang sedang mengantre saat itu.

Keributan terjadi, massa membakar benda-benda yang ada, seperti pembatas jalan dari plastik. Api membumbung tinggi, sebagian tembok gedung KJRI ikut terbakar. Sebagian staf KJRI sudah menyiapkan evakuasi untuk menyelamatkan diri karena massa semakin beringas dan mendesak masuk ke dalam gedung.

"Sejumlah tenaga kerja pria memaksa masuk dan sebagian di antaranya melempar berbagai benda ke dalam KJRI Jeddah dan bahkan terdapat beberapa orang yang mencoba untuk memanjat tembok KJRI dan merusak kawat berduri untuk membuka pintu gerbang kantor KJRI Jeddah," demikian pernyataan pers KJRI Jeddah seperti diterima merdeka.com, Senin (10/6).

"Beberapa jam suasana mencekam, pintu gerbang yang terbuat dari besi kokoh hampir dapat ditembus namun pihak keamanan dapat mengatasi situasi," tulis pernyataan pers itu.

Untungnya, kepolisian Arab Saudi yang diminta bantuan, berhasil mengendalikan suasana dan menghalau para perusuh. Namun akibat insiden itu, satu orang TKW meninggal dan seorang satpam KJRI mengalami luka parah.

"Pada sore hari tanggal 9 Juni 2013 terjadi dorong mendorong di antrean yang menyebabkan satu orang TKW atas nama Marwah binti Hasan berusia 57 tahun dan seorang satpam atas nama Mustafa mengalami luka serius. Marwah lalu meninggal dunia," ujar Deputi Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Iqbal, di Gedung Kemlu, Jakarta, Senin (10/6).

Sayangnya, komentar Menakertrans Muhaimin Iskandar atas kejadian itu sungguh sangat mengecewakan. Soal pembakaran yang dilakukan para TKI, dia menyebutnya insiden kecil.

"Itu hanya plastik yang dibakar, dilebih-lebihkan saja," jelas pria yang akrab disapa Cak Imin ini sebelum menghadiri rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (10/6).

"Ya sebetulnya karena terlampau banyak yang antre kemudian terjadi (pembakaran). Kita sudah mengirim Irjen ke sana, dan staf untuk memperkuat penanganan dan pelayanan yang disediakan Kemlu," imbuhnya.

Demikian juga soal TKW yang meninggal. Muhaimin menyatakan, hal itu tanggung jawab Kementerian Luar Negeri. "Itu karena sakit sebelumnya, dia ikut antre. Kemlu yang lebih tahu sih sebetulnya, karena semua informasi yang paling akurat dari Kemlu," cetus Muhaimin.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah menanggapi sinis pernyataan Cak Imin . Baginya, pemerintah dalam hal ini Kemenakertrans sudah tidak menganggap permasalahan TKI sebagai masalah lagi.

"Ketika sebuah masalah sudah tidak dianggap lagi sebagai masalah, bagaimana mau keluar dari masalah itu? Jadi kita, TKI, publik, yang masih logis ini menilai ini kan sebuah masalah. Ada TKI yang kepanasan yang sudah mengantre berminggu-minggu dan mereka tidak diperhatikan," ujar Anis ketika dihubungi merdeka.com, Senin (10/6) malam.

KJRI, lanjut Anis, merupakan perwakilan dari pemerintah Indonesia. Ada pejabat atase ketenagakerjaan yang bertanggung jawab mengurusi masalah tersebut.

"Ini sudah berlangsung satu bulan. Minggu pertama kami masih bisa toleransi, tapi setelah Minggu kedua dan ketiga, tidak ada perbaikan dalam pelayanan kepada para TKI itu. Pemerintah tidak mengantisipasi ini dan menyiapkan langkah-langkah untuk memberikan pelayanan terbaik. Susah kalau sejak awal political will dari pemerintah untuk melayani rakyatnya tidak ada. Kami prihatin dengan kejadian ini," kata Anis.(sumber)

Dapatkan kiriman artikel terbaru langsung ke alamat email. Masukkan email anda ke kolom di bawah ini:

Disponsori oleh : blogrozran

Saya Sarankan Anda Baca Juga



0 comments :

Post a Comment