Ads 468x60px

Friday, March 15, 2013

HISTORY of JAVA part1




Di Tenggara benua Asia, dalam kelompok kepulauan Nusantara, Jawa terletak anggun dan perkasa merekah gagah, pancarkan seni budaya pahlawan masa dan ksatria budi luhur. Pantai  Utaranya terima deburan ombak laut Jawa . Selat Sunda memisahkannya dengan bumi Sumatera di sebelah barat, di sebelah timur berbaris memanjang Kepulauan Nusa Tenggara dan ombak laut Selatan, Samudra Indonesia, ramaikan pulau Jawa tegak menjulang barisan pegunungan di bagian tengah pulau Gunung-gunung Gede, Pangrango, Slamet, Merapi, Merbabu, Dieng, Bromo, Kelud dan Semeru menjangkau awan putih, sinarkan  semangat,. Dari sana mata air alirkan sungai-sungai Citarum, Ciliwung, Bengawan Solo dan Kali Brantas. Hidupkan lembah-lembah hijau Jawa. Di kala mentari pagi beranjak ke atas dunia tampak air sungai coklat berbuih mengalir tenang, suburkan petak-petak sawah kuning padi merunduk melambai tertiup angin hijau segar nampak hutan-hutannya. Tatkala gelap malam naungi bumi Jawa sinar perak rembulan memancar di atasnya lalu terdengar seruan jangkrik mendesing bertingkahan dengan paduan suara katak nan riuh rendah Sungguh indah sang putri Nusantara, Jawa Dan amatlah tua sejarahnya.

In Southeast Asia, in the archipelago of Java is graceful and mighty dashing chap, exude cultural arts hero and warrior nobility during its North Coast received waves Java Sea and the Sunda Strait separating Sumatra earth in the West in the East Nusa Tenggara islands lined up lengthwise and the Southern ocean waves, ocean Indonesia, Java Upright rows of towering mountains in the central part of the island mountains Gede, Pangrango, Slamet, Merapi, Merbabu, Dieng, Bromo, Semeru reaching Kelud and white clouds, the revelation of the spirit radiate from there springs the river stream Citarum rivers, Ciliwung, Bengawan Solo and Brantas. Turn the green valleys of Java. At the time the morning sun flashed upon the world looks foamy brown river water flowing quietly, suburkan rice fields waving yellow duck rice windblown look fresh green forests. When the dark night overshadowed Java earth moon shone silver light it then came a shout from the continuous whirring cicadas chorus frogs nan boisterous Really beautiful princess archipelago, Java, and it is very old history.

Ratusan ribu tahun yang silam manusia Jawa hidup di dataran rendah pulau ia dikenal dengan nama kera yang berdiri tegak atau Pithecantropus Erectus Mojokertoensis berkelompok mereka hidup, berkembang biak dan berburu bersaingan dengan binatang-binatang hutan Lalu ribuan tahun yang telah silam sebelum Kristus lahir, sebelum ada tarikh Saka dari tanah Utara, di sekitar Cina Selatan, Yunnan dan Tonkin nenek moyang bangsa Melayu tiba dengan ratusan perahu ke Nusantara sebagian tinggal menetap sebagian berlayar terus ke Philipina, Madagaskar Irian dan pulau-pulau Polynesia Desa-desa terbentuk dengan wilayahnya tempat masyarakat, yang bersifat kerakyatan, menetap Alat-alat senjata dari perunggu dan besi serta kepandaian tanah liat, menganyam dan menanam padi memulai kebudayaan di Jawa.

Hundreds of thousands of years ago people living in the lowlands of Java island was known as an upright ape or Pithecantropus Erectus group Mojokertoensis they live, breed and hunt competition with a wild beast then that had thousands of years ago before Christ was born, before there Saka era of the Northern lands, around South China, Yunnan and Tonkin Malay ancestors arrived with hundreds of boats to the archipelago partially settling mostly sailed Philippines, Madagascar New Guinea and the islands of Polynesia villages formed the territory where the people, the is populist, settled tools of bronze and iron weapons and intelligence clay, weaving and rice culture in Java start.

Dalam abad pertama tarikh Masehi datanglah orang-orang Hindu dari India Bersama mereka, para pedagang, pendeta dan Pangeran agama Hindu dan Buddha tibalah Pangeran Aji Saka, yang mulia perkasa membawa aksara Sanskrit dan Pallawa yang di Jawa lalu menjadi abjad-abjad:



Ha Na Ca Ra Ka


Da Ta Sa Sa La


Pa Da Ja Ya Nya


Ma Ga Ba Tha Nga


kala itulah sejarah agung dimulai pada permulaan tarikh Saka.

In the first century of our era came Hindus of India with them, merchants, priests and Prince of Hinduism and Buddhism came Prince Aji Saka, glorious and mighty brought Sanskrit Pallava script in Java and then into alphabets:
 
Ca Na Ka Ha Ra

Ta Da Sa Sa La

His Pa Da Ja Yes

Ma Ga Nga Ba Tha


when that glorious history began at the start of the Saka era.
 

Di Jawa, di masa yang telah silam memerintah raja-raja agung yang ternama, Pertama dari para raja, Sri Baginda Punawarman, bijaksana, adil dan pelindung rakyatnya, penegak utama kekuasaan Tarumanegara, dan junjungan bagian pulau sebelah Barat, dalam abad keempat tarikh Masehi, Ia membangun pengairan sawah dengan kanal-kanal panjang di daerah Karawang karena mulianya digelari titisan dewa Wisnu dalam prasasti kali Ciaruteun, Di bagian tengah Jawadwipa dalam tahun masehi 657tersebutlah nama kerajaan Kalingga dan ratunya, Sima, yang adil dan jujur Pada masa itu dibangun candi-candi Siwa di dataran tinggi Dieng terkenal pula waktu itu, nama Jnanabadhra guru besar agama Buddha yang tinggi ilmunya.

In Java, which has been in the past kings reigned supreme famous, the First of the king, His Majesty Punawarman, thoughtful, fair and protective of its people, the main enforcement powers Tarumanegara, And lord the west part of the island, in the fourth century AD chronicle, he built irrigation canals of rice fields in the area of Karawang since long glorious incarnation of the god Vishnu was named in the inscription Ciaruteun times, in the central part of Java in the year 657 AD, there were names of Kalinga kingdom and his queen, Sima, a fair and honest at the time it was built the temple-Shiva temples in the Dieng plateau is also known at that time, the name of Buddhism Jnanabadhra professor of high science.

Tahun 732, Sanjaya memerintah Mataram, Di samping para raja wangsa Sailendra banyak didirikan candi suci sebagai baktipuja, Pawon, Mendut dan Kalasan berdiri dan atas niat raja Samarottungga, Borobudur telah berdiri, pada tahun 772 bagi keluhuran budi sang Buddha sekitar masa itulah, yaitu dalam tahun 700 kitab nyanyian Syandracarana dituliskan kemudian berpindahlah kuasa Sailendra wangsa ke Swarnadwipa, di kerajaan Sriwijaya.
In 732, Sanjaya ruled Mataram, in addition to the Sailendra dynasty kings established many sacred temples as offerings, Pawon, Mendut and Kalasan up and the king's intentions Samarottungga, Borobudur has been established, in the year 772 to the magnanimity of the Buddha around the time that, that is the 700 years later the book of songs written Syandracarana Switch power Sailendra dynasty to Sumatra, Sriwijaya kingdom.

Pada tahun 778 dibangunlah candi Siwa di Prambanan atas perintah raja Hindu, Daksa yang terselesaikan tahun 822, Mulai tahun 742 hingga tahun 754 Dyah Balitung yang perkasa, raja Mataram di Medang Kamulan persatukan bagian Timur dan Tengah Jawadwipa, Lalu pada tahun 847, baginda Mpu Sindok pindahkan pemerintahan ke Timur Jawadwipa di Watu Galuh, dekat Jombang, berdiri kratonnya, Pada masa pemerintahannya, Sri Sambhara Suryawarana menuliskan kitab Sang Hyang Kamahayanikan.
In the year 778 built a Shiva temple at Prambanan Hindu king's behest, Daksha who completed the year 822, From the year 742 to the year 754 Dyah Balitung mighty king of Mataram in Medang Kamulan united the East and Central Java, then in the year 847, the king Mpu Sindok move to the East Java administration in Watu Galuh, near Jombang, stands the palace, during his reign, Sri Sambhara Suryawarana wrote Sang Hyang Kamahayanikan wrote the book.

Pada akhir abad ke 10 tarikh Masehi, Dharmawangsa memerintah dari Watan di kaki gunung Penanggungan ialah itu yang perintahkan agar disusun kitab undang-undang Siwasasana bagi negerinya, Namun, pada tahun 928, dalam pesta kawin di kraton Watan, Dharmawangsa tewas karena serangan Wurawari, raja Lor Arang keraton dibakar, keluarga raja binasa oleh pedang disebut oleh para pujangga peristiwa itu akhir dunia (pralaya).

At the end of the 10th century AD, the reign of Watan Dharmawangsa in the foothills of Indemnity is that the order that compiled the book Siwasasana laws for the country, however, in the year 928, the wedding party at the palace Watan Dharmawangsa died Wurawari attack, the king Lor Arang burned palace, the royal family perish by the sword is called by the poets the incident end of the world (pralaya).

Airlangga, menantu Dharmawangsa yang ibundanya cucu Mpu Sindok dan ayahnya raja Bali selamat dari peristiwa sedih dimalam itu lalu disusunnya kekuatan, dipanggilnya nama Wisnu dan dibalasnya dendam pada Sang Wurawari, Pada tahun 1037 ia memerintah di Kahuripan di kaki gunung Penanggungan kemudian ia berpindah ke kraton di Daha Gelar Abiseka sang Prabu ialah: Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Erlangga Anantawikrama Uttunggadewa, Pada masa bahagia itulah ditulis karya sastra Arjuna Wiwaha dan Bhagawadgita, Sang Prabu wafat pada tahun 971 dan dua putranya yang bermusuhan memerintah di Jenggala dan Kediri dari hidup merekalah kisah-kisah Panji dituliskan.
Airlangga, the son in-law and grandchildren mpu Dharmawangsa Sindok Balinese king and his father survived the tragedy were then drawn up power at night, he called the name of Vishnu and revenge on Sang Wurawari, In 1037 he reigned in Kahuripan at the foot of the mountain Penanggungan later he moved to the palace in Daha degree Abiseka the King is: Sri Sri Maharaja Rakai Halu Lokeswara Dharmawangsa Anantawikrama Uttunggadewa grants, the happy times that written literature and Bhagawadgita Wiwaha Arjuna, the King died in 971 and his two sons were hostile ruling Jenggala and Kediri tale of life they Panji stories written.

Sekitar masa Airlangga, yaitu tahun 1030, Jawadwipa bagian sebelah Barat diperintah oleh raja Sri Jayabupati yang kratonnya terletak di Galuh Pakuan.

Around the time of Airlangga, namely in 1030, the west part of Java was ruled by the king Sri Jayabupati a palace located in Galuh Pakuan.

Pada tahun masehi 1135, dinobatkan di Kediri keturunan agung Airlangga dengan gelar Abiseka
Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudhanawatara Anindita Suhtrasingha Parakrama Uttunggadewa, Beliau raja yang keramat dan tajam pandangnya bagi masa-masa kemudian diucapkannya ramalan akan nasib Jawadwipa, akan nasib bangsanya dengan kalimat nan terselubung, arti tersembunyi Pada tahun 1157, sebelum sang Prabu wafat Mpu Sedah dan Mpu panuluh, menuliskan kita Bharatayudha.
In AD 1135, was named in Kediri Airlangga with his noble ancestry Abiseka
the Maharaja Sri Sri Warmeswara Madhusudhanawatara Mapanji Jayabhaya Anindita Suhtrasingha Parakrama Uttunggadewa, he was king of the sacred and sharp outlook for the periods then saying Yavadvipa prediction of fate, the fate of his people with the phrase nan veiled, hidden meaning In the year 1157, before the King died Mpu sedah ​​and Mpu panuluh, wrote the book Bharatayudha.

 NEXT...

Dapatkan kiriman artikel terbaru langsung ke alamat email. Masukkan email anda ke kolom di bawah ini:

Disponsori oleh : blogrozran

Saya Sarankan Anda Baca Juga



0 comments :

Post a Comment