Masih melanjutkan penelusuran napak tilas asal usul orang Jawa dan Orang Kanung, kali ini setelah menelusuri seputar agama yang di anut leluhur Jawa kita akan meneruskan penelusuran mengenai perang saudara yang terjadi pada masa tersebut :
Eyang Dhatu Hang Sambadra setelah mewisuda putra dan putrinya lalu Ia pun pergi meninggalkan kerajaan, menjadi pertapa di daerah Gunung Tapa"an, mengajarkan Ilmu tata pranata Endrya Pra Astha kepada para siswa dari orang-orang Kanung. Asrama Gunung Tapa’an dibuatkan Tamansari dengan dihiasi tanaman bunga beraneka jenis dan warna seperti bunga melati, Kanthil, gadhing, Kenanga, mawar, Pacar-kuku, Kemuning, Gambir. Di situ banyak rerimbunan yang dijadikan sarangburung beraneka macam, dengan aneka macam tumbuhan rambat yang tampak indah. Taman asri itu di namakan Taman Argasoka para cantriknya banyak yang merawat taman tersebut dengan sukacita.
Eyang Panembahan Hang Sambadra menjadi Sramana di Gunung Tapa’an tersebut sampai tua, wafat pada tahun 425 masehi. Abu jenasahnya di kubur dalam satu tempat dengan Relige Eyang Dhanhyang Kie Seng Dhang di pertengahan kawah Tapa'an, ditandai batu alam peninggalan pemuja Nini Ampu, batu tersebut menonjoldi atas kawah. Setelah eyang Panembahan wafat, terjadi banyak perubahan di negara Pucangsula mulai tahun 426 masehi.
Perubahan tersebut antara lain adalah :
1. Dattsu-Agung Dewi Sibah mengangkat putra Arya Asvendra jadi Dhatu-muda Pucangsula, berkuasa di bumi Gebang sunglon Bugel. Arya Asvendra menganut Agama Hindu Kanung Shiwa Guru Dewa ajaran dari ayahandanya, di punthuk Gebang dia mendirikan :
- Tempat Pemujaan, Lingga-Yoni melambangkan sebagai wujud bakti dan cintanya kepada ayah bundanya. - - Tempat Pemujaan Lembu-Nandhi, melambangkan dasar kekuatan rakyatnya.
- Tempat Pemujaan arca Dewa Shiwa Guru Dewa, melambangkan Ayahandanya : Resi Agastya adalah guru besar tentang tata kerajaan dan kesaktiannya.
- Tempat pemujaan arca Ganapati dewa kebijaksanaan putra dari Bathara Guru, yang melambangkan dirinya sendiri sebagai putra dari Guru Rsi Agastya.
2. Angkatan Laut Pucangsula dipindah d negara Keling dikuasakan Dewi Simah, dibantu suaminya hang Sabura; tapi masih di bawah negara Pucangsula.
3. Rsi Agastya diwisuda dinaikkan menjadi Dhatu Batur, pusat kota nya di jadikan kota dengan nama kota Batur retna, Banjar Ridwan jadi pelabuhan negara Baturetna.
Setelah beberapa tahun orang-orang Endrya Satvamanyu mendengar kabar bahwa Rsi Agastya menjadi raja di negara Baturretna, orang-orang tadi lalu banyak yang menyusul pindah ke bumi Dieng yang subur untuk mengolah sawah dan bertani di sana. Orang-orang yang tidak jadi petani, diperintahkan bekerja sebagai pengumpul belerang dari sekitar kawah gunung Dieng, belerang tersebut dipergunakan untuk perdagangan di tukar dengan barang-barang pertukangan, kain sutra dengan Pedagang laindari negara Cina melalui pelabuhan banjar Rabwan. Negara baturretna lalu menjadi besar dan makmur, Dhatu Rsi Agastya lalu memerintahkan para tukang ahli pahat batu orang-orang dari Endrya Satvamanyu, untuk membangun aneka candi, tiap candi terdapat arca Shiwa Bathara Guru, letaknya di bumi punggur Gunung Dieng. Setiap candi untuk pemujaan dari para Sramana Shiwa dari berbagai asrama di wilayah negara Baturretna. keindahan dan keelokan Asrama di Dieng yang banyak sekali candi Shiwa Guru Dewa yang dikelilinhi telaga dan gunung-gunung, pemandangannya tampak menyenangkan hati. Para Sramana menamakannya dengan : asrama agung Endra Pra Astha.
4. Dattsu-agung Dewi Sibah memerintah di kaipe ning kaipe Hang Sabura untuk menambang belerang di bumi leluwah sebelah timur gunung Dieng, serta membangun desa di sebelah utara Kejajar untuk tempat tinggal orang-orang yang bekerja menambang belerang tersebut. Belerang tersebut untuk di tukar dengan para pedagang dari negara cina.
Untuk sarana pengangkutan belerang dibuatkan jalan melalui : Jlumprit, Candirata, sukareja, ke timur di Singaraja lalu dimuat kapal melalui sungai bodri. Muara sungai Bodri laut jawa di bangun pelabuhan dagang yang berhubungan dagang dengan negara luar, lokasi teluk Bodri tersebut di apit gunung-gunung Singaraja sehingga lebih luas dan menyenangkan daripada pelabuhan banjar Rabwan, itulah sebabnya para pedagang belerang yang melalui pelabuhan bodri tersebut lebih makmur dan maju.
Dari hubungan dagang belerang dengan negara cina, kedua negara tersebut, keling dan Baturretna jadi kaya dan makmur. Namun berujung pada iri satu dan lainnya ingin saling menguasai. Akhirnya terjadilah perang saudara Endriya pra Astha.
Dalam perang tersebut Rsi Agastya gugur, orang-orang Baturretna dan para prajuritnya ketakukan lari pulang ke asal negaranya di Endriya Satvamanyu. Kota Baturetna dan asrama Candi Dieng serta penambangan belerang dikuasai oleh prajurit keling yang bermarkas di Adireja, Kekuasaan Dhatu Rsi Agastya di gantikan penguasa baru Hang sabura panglima angkatan laut Keling. Arya Asvendra mendengar ayahandanya wafat dan negaranya dikuasai oleh paman Hang Sabura, Iapun bertekad merebut kembali negara yang jadi hak warisnya itu.semula Arya asvendra sudah di cegah oleh ibunya, ibu Dhattsu Pandhita Dewi sibah tapi mencari kelengahan ibunya, dia mengerahkan pasukan rahasia melalui hutan Rabwan dan Bawang menyusup ke selatan untuk merebut asrama agung Dieng terlebih dahulu, dan penambangan belerang. Malang bagi Arya Asvenda saat ia menerobos benteng Pungkuran Candi, dia terkena tulup beracun dari prajurit Keling yang berjaga di candi. Arya Asvenda pun gugur di depan candi Sumbadra tempat pemujaan para Sramana dari Pucangsula, prajurit Arya Asvenda yang berperang di hutan besar Rabwan banyak yang tewas , mayatnya tergeletak di mana-mana di hutan tersebut tidak ada yang merawat, arwahnya bergentayangan jadi setan Roban.
Akibat dari perang saudara tersebut membuat Dattsu agung Dewi Sibah merasa serba salah, hendak membela negara Baturretna berarti melawan saudarinya sendiri Dattsu Dewi Simah, sedang membantu Keling berati malawan suaminya sendiri. Akhirnya ia memilih meninggalkan kerajaan dan bertapa di pertapaan Taman Argasoka Gunung Tapa'an, Pemerintahan Pucangsula ia serahkan kepada patih yang dipesan untuk tidak menyampuri urusan perang saudara tersebut. Dewi Sibah wafat tahun 445 Masehi, abu jenasahnya di kubur di punden Gunung Tapa'an.
0 comments :
Post a Comment