Ads 468x60px

Thursday, July 18, 2013

Asal muasal orang Jawa

Asal muasal orang Jawa bisa kita telusuri dengan membaca artikel kami yang sebelumnya yakni napak tilas sejarah asal usul orang Jawa dan orang Kanung yang kami susun dalam beberapa judul bersambung. Edisi kali ini sampai pada bab meletusnya gunung-gunung di Jawa :

Menurut legenda api gunung merapi berasal dari sisa perapian Empu Ramadi Dewa pembuat keris : suatu hari dia di ajak para dewa untuk memotong puncak gunung Mahameru yang selalu dipanjati monyet-monyet untuk bermain meraih bintang, Empu Ramadi menolak karena sedang membuat keris pusaka Kahyangan Suralaya. Akhirnya terjadilah peperangan para dewa mengeroyok Empu Ramadi ru, dengan kesaktiannya Empu Ramadi tidak sampai terbunuh meski sudah ditimbun tanah dari puncak gunung, dia tetap hidup dan pengapiannya juga masih menyala sampai sekarang yang menjadi api gunung berapi.

Lahar dari kawah Ungaran yang mulai mengendap mendidih menjadi lumpur liat yang mengandung garam, berkali-kali menggelembung seukuran kerbau kemudian meletus mengeluarkan aroma belerang, siang-malam bergejolak mengeluarkan suara 'bledhag-bledhug' cairannya mengalir di ambil oleh orang-orang desa Kuwu, kecamatan Kuwu/Wirasari, kabupaten Purwadadi/Grobogan, air tersebut direbus di buat garam yang dinamakan garam bledhug Kuwu.

Pada tahun 471 Masehi, gunung Maura/Murya juga meletus, pegunungan yang di sisi sebelah timur terputus dan terpisah menjadi gunung Pati Ayam. Bibir kawah yang jebol laharnya mengalir ke selatan menimbun Laut Supitan Maura, lalu menjadi daratan Kudus, Pati, Juana, tersisa rawa-rawa wilayah Undhakan dan sungai Silugangga.

Adapun Lahar  yang membludak ke timur menyebabkan ombak besar menerjang Pegunungan Ngargapura ke barat sampai Kayen, gulungan ombak yang berbalik menyeret lereng gunung-gunung sehingga longsorannya menimbun laut Teluk Kendheng, dan terjadilah tanah ngarai : Kayen, Jakenan, Kaliori, Rembang, Sulang, Lasem, dan Pamotan. Longsoran lereng gunung Ngargapura yang sebelah barat mendesak bumi Argasoka menyebabkan tanahnya longsor menimbun desa-desa, lahan persawahan Pucangsula (sekarang berubah menjadi desa : Ngendhen, Lagadhing, Sendangsari, Topar, Klindon, Warugunung), Kraton Pucangsula Endriya pra Astha terseret gulungan ombak, menyebabkan banyak bangunan, rumah, candi, amblas ke laut Teluk Juwana terendam ke dasar laut. Hanya tersisa punden Tapaan kubur abu jenasah dari kakek moyang panembahan Kanung, leluhur dari orang-orang Ngargapura Lasem, dan gua-gua bekas pertapaan, serta sebagian arca Lembu Nandhi, Ganapati, lingga, juga puing-puing pecahan altar pemujaan yang ditemukan saat kerja paksa membuat jalan raya Daendelsstraat jaman pendudukan VOC tahun 1809-1810 Masehi.

Setelah itu bumi Arga soka menjadi sunyi tidak berpenghuni, yang akhirnya berubah menjadi semak belukar yang tidak terurus,menjadi tempat yang angker sarang hantu/dedemit. Orang-orang Kanung yang tinggal di daerah Ceriwik dan pegunungan Sindawaya masih banyak yang selamat, yang ketakutan mereka mengungsi pindah ke lereng gunung Buthak Pamotan dari barat sampai timur Todhanan, orang-orang tersebut di daerah itu berganti nama menjadi orang Sikeb (wong samin). Orang-orang suku Kanung, Kanor, Sikeb tersebut meski sudah berubah pindah kemana-mana dan berganti nama suku, tapi adat, tata cara, budi pekerti Kanung masih tetap di anut, masih menjunjung tinggi naluri leluhur Pucangsula Endriya pra Astha.  Apabila diperintah oleh negara untuk memeluk satu agama apa saja tidak menolak hanya menurut kemauan yang memerintah, namun itu hanya sekedar asal 'rubuh gedhang' atau 'obor blarak' alias tidak tulus lama masuk di nalarnya atau tidak secara total.

Sesudah 149 tahun dari meletusnya gunung Murya, berubahnya laut Teluk Serang dan Selat Maura yang berubah menjadi daratan, masih menyisakan laut Selat Welahan dan Rawa besar Bengawan Silugangga, serta teluk juwana, yang mengelilingi gunung Maura. Daratan baru di lereng gunung Murya yang sebelah selatan tadi, lebih dari seratus tahun sudah menjadi hutan jati yang menghampar di sekitar Rawa besar selat Murya. Pada tahun 620 Masehi daratan tersebut sudah dihuni orang-orang dari negara Keling Dattsu Dewi Simah, orang pegunungan Ngargapura, dan orang Pegunungan Sukalila.Tersebutlah pemuda Keling yang masih keturunan ke enam dari Hang Sabura/Dewi Simah, bernama : Hang anggana, ia mengajak orang-orang pelaut negara Keling dan petani untuk membuka hutan jati membuat desa pelabuhan yang pantainya penuh dengan aneka karang kitri, setelah menjadi desa itu dinamakan desa Getas Pejaten, dan pelabuhannya dinamakan pelabuhan Tanjung Karang.

Dapatkan kiriman artikel terbaru langsung ke alamat email. Masukkan email anda ke kolom di bawah ini:

Disponsori oleh : blogrozran

Saya Sarankan Anda Baca Juga



0 comments :

Post a Comment