Ulama Mesir dan Wakil Presiden Al-Da'wa Al-Salafiya (Panggilan Salafi), Yasser Burhami, telah memicu kontroversi setelah mengeluarkan fatwa terbaru yang memungkinkan pria untuk membiarkan istri mereka diperkosa jika mereka takut hidup mereka terancam.
Sementara dalam fatwa lainnya, Burhami dengan nyata menggambarkan bagaimana seorang pria harus benar-benar melihat istrinya telah melakukan hubungan seksual dengan pria lain sehingga dia dapat mengklaim sebagai kasus perzinahan dan karena itu sang suami berhak untuk membunuh istrinya, seperti dilansir stasiun televisi Al Arabiya, Jumat (25/4).
Burhami menerbitkan fatwanya itu di situs Anasalafy.com, yang dikaitkan dengan gerakan Panggilan Salafi, sayap spritual dari Partai Al-Nur Mesir. Dia menjelaskan memungkinkan seorang istri untuk diperkosa sama saja seperti kerampokan uang.
"Dalam hal ini sang suami terpaksa (untuk menyerahkan istrinya) dan tidak berkewajiban (untuk membela istrinya)," kata dia.
Fatwa itu langsung mendapat kecaman di Mesir dan menimbulkan protes di media sosial.
Assaeed Mohammad Ali, seorang pejabat di Kementerian Agama Mesir, mengatakan kepada koran Al-Masry Al-Youm bahwa fatwa Burhami tidak memiliki dasar baik itu dalam syariah Islam atau hukum negara pada umumnya.
"Setiap muslim harus melindungi kehormatannya bahkan jika itu harus membawa mereka ke penjara atau pada kematian. Pengorbanan untuk melindungi kehormatan seorang istri adalah kewajiban agama," dia menjelaskan.
Fatwa kontroversial Burhami juga memicu kritikan dari para cendekiawan di Universitas al-Azhar, salah satu pusat utama pendidikan sastra Arab dan pengkajian Islam Sunni di dunia.
Syekh Ali Abu al-Hasan, mantan kepala komite fatwa Al-Azhar, yang dikutip oleh situs Elaph, mengatakan fatwa Burhami tidak mendasar pada syariah Islam dan melindungi kehormatan seorang wanita adalah kewajiban seorang suami dan keluarganya.
Mohammad al-Shahat al-Jundi, seorang anggota Dewan Penelitian Islam, juga mengkritik fatwa Burhami dan mengatakan hal itu tidak mendasar pada setiap patokan yang dapat diandalkan.
Tetapi Syekh Ali Hatem, seorang juru bicara untuk Dewan Pemerintahan dari Panggilan Salafi, membela koleganya itu dan menuduh penyusup tidak disebutkan namanya telah mencoba untuk menciptakan krisis dan menimbulkan masalah.
Dia mengatakan pertanyaan-pertanyaan yang diminta terkait fatwa itu seperti sebuah 'perangkap'.
"Syekh Burhami menekankan kewajiban untuk membela kehormatan. Tetapi jika suami tertentu tidak mampu mempertahankan dirinya, sehingga dia bisa mati dan kehormatan istrinya akan membahayakan, apa yang bisa dia lakukan? Dia diperbolehkan untuk memilih antara mengorbankan kehormatan istrinya atau melindungi hidupnya," ujar dia, dalam pernyataan yang dikutip oleh Al-Masry Al-Youm.
Fatwa aneh lainnya yang mengatakan bahwa berdasarkan agama seorang muslim dapat membunuh istrinya jika dia ketahuan tertangkap melakukan hubungan seksual dengan pria lain, juga membuat Burhami mendapat gelombang kritikan lainnya.
Anggota Dewan Penelitian Islam Mesir, Al-Jundi, juga mengecam fatwa itu dan mengatakan semua klaim perzinahan harus dibawa ke pengadilan dan pembunuhan bukan sebuah bentuk dari hukuman dalam kasus terbukti perzinahan.
"Dalam kasus perzinahan, seorang suami tidak dapat melanggar hukum dan mendapatkan hak-hak mereka dengan cara memperlihatkan kekuatan dari lengan mereka," ucap Al-Jundi kepada situs Youm7.
Burhami, yang merupakan seorang ulama garis keras, membuat pernyataan itu dalam menanggapi pertanyaan yang diajukan di websitenya.
Dua hari lalu, Kementerian Agama Mesir melarang ulama Salafi itu dalam memberikan khotbah di setiap masjid di Mesir, meski mereka beralasan larangan itu dikeluarkan lantaran Burhami bukan lulusan Al-Azhar.(src)
Sementara dalam fatwa lainnya, Burhami dengan nyata menggambarkan bagaimana seorang pria harus benar-benar melihat istrinya telah melakukan hubungan seksual dengan pria lain sehingga dia dapat mengklaim sebagai kasus perzinahan dan karena itu sang suami berhak untuk membunuh istrinya, seperti dilansir stasiun televisi Al Arabiya, Jumat (25/4).
Burhami menerbitkan fatwanya itu di situs Anasalafy.com, yang dikaitkan dengan gerakan Panggilan Salafi, sayap spritual dari Partai Al-Nur Mesir. Dia menjelaskan memungkinkan seorang istri untuk diperkosa sama saja seperti kerampokan uang.
"Dalam hal ini sang suami terpaksa (untuk menyerahkan istrinya) dan tidak berkewajiban (untuk membela istrinya)," kata dia.
Fatwa itu langsung mendapat kecaman di Mesir dan menimbulkan protes di media sosial.
Assaeed Mohammad Ali, seorang pejabat di Kementerian Agama Mesir, mengatakan kepada koran Al-Masry Al-Youm bahwa fatwa Burhami tidak memiliki dasar baik itu dalam syariah Islam atau hukum negara pada umumnya.
"Setiap muslim harus melindungi kehormatannya bahkan jika itu harus membawa mereka ke penjara atau pada kematian. Pengorbanan untuk melindungi kehormatan seorang istri adalah kewajiban agama," dia menjelaskan.
Fatwa kontroversial Burhami juga memicu kritikan dari para cendekiawan di Universitas al-Azhar, salah satu pusat utama pendidikan sastra Arab dan pengkajian Islam Sunni di dunia.
Syekh Ali Abu al-Hasan, mantan kepala komite fatwa Al-Azhar, yang dikutip oleh situs Elaph, mengatakan fatwa Burhami tidak mendasar pada syariah Islam dan melindungi kehormatan seorang wanita adalah kewajiban seorang suami dan keluarganya.
Mohammad al-Shahat al-Jundi, seorang anggota Dewan Penelitian Islam, juga mengkritik fatwa Burhami dan mengatakan hal itu tidak mendasar pada setiap patokan yang dapat diandalkan.
Tetapi Syekh Ali Hatem, seorang juru bicara untuk Dewan Pemerintahan dari Panggilan Salafi, membela koleganya itu dan menuduh penyusup tidak disebutkan namanya telah mencoba untuk menciptakan krisis dan menimbulkan masalah.
Dia mengatakan pertanyaan-pertanyaan yang diminta terkait fatwa itu seperti sebuah 'perangkap'.
"Syekh Burhami menekankan kewajiban untuk membela kehormatan. Tetapi jika suami tertentu tidak mampu mempertahankan dirinya, sehingga dia bisa mati dan kehormatan istrinya akan membahayakan, apa yang bisa dia lakukan? Dia diperbolehkan untuk memilih antara mengorbankan kehormatan istrinya atau melindungi hidupnya," ujar dia, dalam pernyataan yang dikutip oleh Al-Masry Al-Youm.
Fatwa aneh lainnya yang mengatakan bahwa berdasarkan agama seorang muslim dapat membunuh istrinya jika dia ketahuan tertangkap melakukan hubungan seksual dengan pria lain, juga membuat Burhami mendapat gelombang kritikan lainnya.
Anggota Dewan Penelitian Islam Mesir, Al-Jundi, juga mengecam fatwa itu dan mengatakan semua klaim perzinahan harus dibawa ke pengadilan dan pembunuhan bukan sebuah bentuk dari hukuman dalam kasus terbukti perzinahan.
"Dalam kasus perzinahan, seorang suami tidak dapat melanggar hukum dan mendapatkan hak-hak mereka dengan cara memperlihatkan kekuatan dari lengan mereka," ucap Al-Jundi kepada situs Youm7.
Burhami, yang merupakan seorang ulama garis keras, membuat pernyataan itu dalam menanggapi pertanyaan yang diajukan di websitenya.
Dua hari lalu, Kementerian Agama Mesir melarang ulama Salafi itu dalam memberikan khotbah di setiap masjid di Mesir, meski mereka beralasan larangan itu dikeluarkan lantaran Burhami bukan lulusan Al-Azhar.(src)